Kamis, 19 Mei 2016

Musim Panas Ini Dikhawatirkan Virus Zika akan Masuk ke Eropa




Jakarta, Dalam beberapa minggu ke depan beberapa wilayah di dunia akan mulai memasuki musim panas. Terkait hal ini World Health Organization (WHO) memperingatkan khusus untuk Eropa agar berhati-hati karena diperkirakan saat itu virus Zika akan masuk dan menyebar.

Beberapa daerah seperti pesisir Laut Hitam di Rusia, Georgia, dan Madeira diklasifikasikan berisiko tinggi untuk peningkatan populasi nyamuk penyebar Zika yaitu Aedes aegypti. Sementara negara seperti Perancis, Spanyol, Italia, dan Yunani masuk ke daerah dengan risiko sedang.

Total ada 18 negara yang masuk ke dalam risiko sedang dan 36 negara risiko rendah oleh WHO. Penilaian risiko dilihat dari ditemukannya bibit-bibit nyamuk di tempat potensial untuk berkembang.

Belum ada peringatan bepergian baru yang dikeluarkan oleh WHO. Hanya saja ahli memperingatkan agar pemerintah setempat segera mengambil tindakan preventif dan juga agar para wisatawan ekstra waspada.

"Kami memanggil terutama negara dengan risiko tinggi untuk memperkuat kapasitas nasional mereka dan memprioritaskan aktivitas yang bisa mencegah wabah luas Zika," ujar dr Zsuzsanna Jakab dari WHO seperti dikutip dari BBC, Kamis (19/5/2016).

Musim panas jadi kekhawatiran karena saat itu nyamuk akan menjadi lebih aktif berkembang biak dan mencari makan. Ini artinya kemungkinan untuk terjadinya transmisi penyakit juga akan meningkat dan virus Zika menjadi salah satu ancamannya.

Seperti yang telah diketahui saat ini Zika tengah mewabah di Amerika berawal dari Brazil pada tahun 2015 lalu. Kasus kenaikkan Zika menjadi momok karena berhubungan kuat dengan kenaikkan kasus kecacatan mikrosefali di mana bayi lahir dengan otak yang tak berkembang sempurna.

Sering Mengonsumsi Makanan Kaleng Saat Hamil, Bayi Rentan Mengidap Asma



Jakarta, Makanan kaleng sering dikonsumsi karena dianggap praktis, cepat dan mudah dimasak. Tetapi, mengonsumsi makanan kaleng terlalu sering akan berdampak buruk bagi kesehatan, terutama bagi ibu hamil dan calon bayinya.

Studi terbaru menunjukkan saat ini faktor penyebab asma tidak hanya asap rokok dan polusi udara, tetapi juga kandungan kimia jenis Bhispenol A (BPA) yang terdapat di dalam makanan dan minuman kaleng. Dalam kurun waktu 30 tahun belakangan, anak-anak yang mengidap asma semakin bertambah jumlahnya. Centers for Disease Control and Prevention mengungkapkan jumlah itu juga diperkirakan masih akan terus bertambah.

Untuk menguji hal tersebut, Dr Adam J. Spainer beserta tim melakukan penelitian dengan meminta bantuan dari 398 pasangan ibu dan bayi. Kemudian para ibu dan bayi ini diambil sampel urinenya untuk menemukan bukti adanya kandungan BPA sekaligus mengukur apakah kandungan ini berpengaruh pada kesehatan saluran pernapasan bayi.

Hasilnya, penelitian menunjukkan kandungan BPA menyebabkan penurunan fungsi paru-paru (FEV1) dan menimbulkan bunyi 'ngik-ngik' secara terus-menerus pada calon bayi saat di dalam kandungan.

"Kami melihat dari dua sisi yaitu fungsi paru-paru dan pola bunyi 'ngik-ngik'. Kandungan BPA cukup berpengaruh dalam meningkatnya bunyi 'ngik-ngik' pada calon bayi. Sedangkan, menurunnya fungsi paru-paru terjadi pada anak berusia 4 tahun, tetapi tidak demikian pada anak 5 tahun. Sebab itu, menurut kami kandungan ini sifatnya tidak konsisten atau tidak sama pada seluruh umur," jelas Dr Spainer seperti dikutipdetikHealth dari Medical Daily dan ditulis pada Kamis (9/10/2014).

Kandungan BPA tidak hanya menimbulkan penyakit asma, tetapi juga beberapa gangguan kesehatan lainnya seperti migrain, gangguan perkembangan otak calon bayi, kanker prostat, kanker payudara, hingga menyebabkan keguguran.

Meskipun demikian, Food and Drug Administration (FDA) masih sulit untuk melarang sepenuhnya penggunaan bahan kimia pada makanan dan minuman, karena itu sudah menjadi bagian yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Time melaporkan bahwa bahan kimia sendiri sebenarnya sudah digunakan untuk campuran segala sesuatu yang berbahan plastik sejak tahun 1940 dan belum ada penggantinya hingga saat ini.

Dr Spainer dan tim berencana akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan BPA dan kesehatan sistem pernapasan. Untuk sementara ini, ia menyarankan agar semua wanita hamil maupun yang berencana akan hamil sebaiknya menghindari BPA dengan cara mengurangi konsumsi makanan dan minuman kaleng.

"Minimalkan konsumsi makanan dan minuman kaleng serta penggunaan produk plastik untuk menyimpan makanan. Ganti dengan mengonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang segar. Selain itu, gunakan wadah yang berbahan kaca untuk menyimpan makanan agar lebih aman," terang Dr Spainer.

Paparan Bahan Plastik BPA Saat Hamil Bisa Picu Obesitas Anak yang Dilahirkan




New York, Bahan kimia yang disebut biosphenol atau BPA sering digunakan untuk membuat plastik di botol air dan lapisan dalam kaleng. Nah, jika ibu hamil terpapar bahan ini, ditengarai kelak anaknya bakal lebih berisiko obesitas.

Peneliti Columbia Center for Children's Environmental Health (CCCEH) dari Mailman School of Public Health menyebut risiko obesitas pada anak meningkat di usia 7 tahun, jika ibunya terpapar BPA saat hamil.

Dalam penelitiannya, peneliti mengamati 394 pasangan ibu dan anak di New York. Pada ibu, peneliti mengumpulkan sampel urine selama trimester ketiga kehamilan. Dari urine ibu, diketahui paparan BPA-nya.

Sementara pada anak, mulai usia 3 hingga 5 tahun juga diukur konsentrasi total BPA dan metabolitnya. Kemudian di usia 5 hingga 7 tahun, anak-anak tersebut diukur tinggi badan, berat badan, lingkar pinggang dan massa lemak.



Peneliti juga menyesuaikan data yang didapat dengan faktor sosial ekonomi di lingkungannya. Setelah itu mereka mengambil kesimpulan bahwa paparan BPA saat kehamilan positif berhubungan dengan massa lemak tubuh dan juga lingkar pinggang anak usia 7 tahun. Makin tinggi paparan konsentrasi BPA-nya saat si ibu hamil, makin tinggi juga kadar adipositas atau timbunan lemak tubuh.

Ketika data dianalisis lebih lanjut berdasarkan jenis kelamin, diketahui ada hubungan yang signifikan antara BPA dengan indeks massa lemak dan lingkar pinggang anak perempuan. Sementara pada anak laki-laki tidak ditemukan kaitannya.

Peneliti juga tidak menemukan keterkaitan paparan BPA di masa kanak-kanak dengan risiko obesitas di kemudian hari. Demikian dikutip dari situs Mailman School of Public Health, Columbia University.


Untuk mengurangi paparan BPA, National Institute of Environmental Health Sciences menganjurkan ibu hamil untuk menghindari wadah plastik dengan nomor 3 dan 7. Ibu hamil juga disarankan untuk membatasi konsumsi makanan kaleng. Penting juga untuk memilih wadah kaca, porselen atau yang terbuat dari stainless steel, untuk menempatkan makanan dan minuman panas.

Jumat, 06 Mei 2016

Begini Aturan Pola Makan yang Dianjurkan untuk Pasien Diabetes


Untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil, pengaturan pola diet atau pola makan memegang peranan penting. Lantas, pola makan seperti apa yang dianjurkan bagi pasien diabetes?

"Diet diabetes dapat dianjurkan, dengan prinsip pengaturan 3J yaitu Jadwal, Jumlah, Jenis makanan. Biasanya 3 kali makan besar dan 2 sampai 3 kali makan selingan (small frequent). Sedikit-sedikit tapi sering ya," tutur dr Mangatas Manalu SpPD dari RS Mayapada Lebak Bulus Jakarta Selatan.

Di sela-sela Live Chat 'Bongkar Mitos Diabetes' yang digelar di kantor detikcom, Jl Warung Jati Barat Raya 75, Jakarta Selatan baru-baru ini, dr Mangatas menuturkan komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat sebesar 45 sampai 65 persen total asupan energi. 

Makanan pun harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.  untuk gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain. Tapi, patut diingat sukrosa (gula dapur) tidak boleh lebih dari 5 persen total asupan energi. Sedangkan pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian.


"Untuk asupan lemak dianjurkan sekitar 20 sampai 25 persen kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30 persen total asupan energi. Lemak jenuh kurang dari 7 persen kebutuhan kalori. Lemak tidak jenuh ganda kurang dari 10 persen, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal. Anjuran konsumsi kolesterol kurang dari 200 mg/hari," papar dr Mangatas.

Untuk bahan makanan yang perlu dibatasi adalah bahan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans misalnya saja daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Untuk asupan protein, dibutuhkan sebesar 10 – 20 persen total asupan energi. Menurut dr Mangatas, sumber protein yang baik antara lain daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. 

Khusus pasien dengan gangguan fungsi ginjal karena diabetes, perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg berat badan per hari atau 10 persen dari kebutuhan energi dan 65 persen hendaknya bernilai biologik tinggi. Sementara, anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan  masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3.000 mg atau 6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur dalam sehari.

"Untuk pasien yang mengalami hipertensi, pembatasan natrium sampai 2.400 mg sehari.  Untuk konsumsi serat, seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, sereal, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat lebih dari 25 gram per hari," pungkas dr Mangatas.